12.5 C
New York
Tuesday, March 11, 2025

Buy now

Terbaru

Sungai Citarum: Peradaban, Sejarah dan Mahkota Masyarakat Jawa Barat

BIN – Sungai Citarum, menjadi saksi bisu perjalanan peradaban manusia, budaya, dan sejarah kerajaan-kerajaan besar di masa lampau. Sungai Citarum telah melalui berbagai fase kehidupan manusia sejak ribu tahun yang lalu.

Sungai Citarum menjadi pintu masuk budaya, ekonomi dan perdagangan dari berbagai daerah di Nusantara, bahkan bangsa lain untuk mencari rempah-rempah mau pun komoditi lainnya yang masuk melalui laut Jawa.

Posisinya yang sangat strategis, Sungai Citarum bukan hanya penting sebagai sumber air, melainkan juga sebagai penghubung berbagai aktivitas manusia sepanjang masa.

Sebagai urat nadi peradaban masyarakat, dari Sungai Citarum lahir salah satu kerajaan tertua di Jawa Barat (Sunda) yang berdiri megah dan agung pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-7, kerjaan tersebut bernama Kerjaan Tarumanegara.

Menurut naskah Wangsakerta, pusat Kerajaan Tarumanagara dipercaya terletak di kompleks percandian Batujaya, Kabupaten Karawang.
Percadian tersebut merupakan Candi Budha tertua di Nusantara, bahkan Batujaya lebih tua dari Candi Borobudur.

Citarum, Tarumanegara dan Jawa Barat memang tidak bisa dipisahkan, peradaban dan sejarah yang sangat kuat tertulis abadi dalam naskah-naskah sejarah. Masyarakatnya makmur dengan bertani, berternak, nelayan dan berdagang.

Bukti makmur dan majunya Kerajaan Tarumanegara dengan Citarum sebagai induk peradabannya sampai dikenal ke India dan China (Tiongkok). Perdagangan hasil bumi banyak di perjual-belikan dengan bangsa lain. Hulu sampai dengan hilir saling menghidupi

Citarum, Cinta Sejati Masyarakat Sunda

Masa keemasan Sungai Citarum terus mengalami kemunduran, dari tulang punggung kehidupan menjadi salah satu sungai tercemar di dunia. Cemaran yang mengotori Sungai Citarum bervariasi mulai dari plastik, sampah rumah tangga, sisa makanan, hingga limbah industri.

Sungai Citarum merupakan cinta sejati masyarakat Jawa Barat. Bagaimana tidak, walau terus dikotori, dicemari, Citarum tidak pernah berhenti memberikan kehidupan untuk masyarakat, tujuh mata air Citarum tidak pernah berhenti menyuplai air.

Tujuh mata air Citarum mulai dari Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan, Koleberes, Cihaiwung, Cisandane dan Cisanti tidak pernah berhenti menyuplai air untuk kebutuhan Citarum yang kerap digunakan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, pemasok air untuk kegiatan industri, kebutuhan air bersih, hingga irigasi pertanian.

Citarum menghidupi jutaan masyarakat yang terbentang sepanjang 297 kilometer, dengan melewati Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kota Bandung, Kota Cimahi.

Citarum dan Transportasi Air Misi Ambisius Gubernur Jawa Barat

Mengembalikan kejayaan Citarum merupakan misi strategis yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi. Citarum merupakan awal dan induk peradaban. Peradaban besar yang lama tertidur itu ingin dihidupkan kembali yang terintegrasi antara hulu sampai hilir.

Tidak mudah memang, khususnya mendidik masyarkat agar lebih peka dan peduli terhadap ekosistem lingkungan, kebiasaan ‘Ortodok’ membuang sampah kesungai harus dihilangkan.

Keberadaan sungai Citarum yang mengalirkan air sampai ke Jakarta melalui Tarum Barat saluran Kalimalang. Saluran tersebut melewati sejumlah daerah, seperti Kawasan Industri Klari Pindodeli, Perum Peruri Loji Pangkalan, Kobak Beureum, Cikarang, Cibitung, Tambun, Kota Bekasi, dan Jakarta Timur.

Kang Dedi ingin menyulap Kalimalang sebagai rute transportasi air melalui sungai merupakan misi lamanya. Menjadikan sungai sebagai urat nadi kehidupan kehidupan, ekonomi dan edukasi.

Konsep Negara Modern

Apabila kita ingin melihat peradaban suatu bangsa, bisa dilihat dari bagaimana mereka memulyakan dan menjaga sungai. Belajar dari bangsa Inggris dalam menangani sungai Thames yang sempat menjadi sungai matai pada tahun 1857.

Kondisi kebersihan sungai tersebut dianggap kurang baik dan bau busuk yang kerap dihasilkan akibat dari sampah, limbah dan wabah kolera yang mendera.

Setelah berbagai upaya pemulihan dilakukan secara bertahap, kesadaran masyarakat terhadap Sungai Thames mulai terpupuk kembali. Pada tahun-tahun berikutnya, upaya pemulihan kebersihan pada sungai Thames secara berkala terus dilakukan.

Akhirnya sekarang menurur laporan dari Zoological Society of London (ZSL) menemukan bahwa sungai Thames menjadi tempat hidup bagi lebih dari 100 spesies ikan.

Pertanyaan sekarang apakah Sungai Citarum yang menjadi mahkota masyarakat Jawa Barat bisa harum sedia kala, jawabannya tentu bisa. Peran pemerintah memang penting, kesadaran masyarakat juga sama pentingnya dalam menjaga ekosistem sungai.

Kang Dedi Mulyadi mempelopori gerakan kesadaran tersebut. Masyarakat, korporasi harus memiliki kesadaran yang sama untuk menjaga dan merawatnya sebagai urat nadi kehidupan.

Kesadaran masyarakat kita dalam merawat sungai harusnya lebih maju dari pada masyarkat inggris. Bandingkan, abae ke-4 Jawa Barat sudah memiliki peradaban tersebut. Sekarang masyarkat harusnya lebih peka dalam merawat dan menjaga ekosistem sungai sebagai peradaban.

“Sungai adalah air dalam bentuknya yang paling indah, sungai memiliki kehidupan dan suara dan gerakan dan variasi yang tak terbatas, sungai adalah urat nadi bumi yang melaluinya darah kehidupan kembali ke jantung.” – Roderick Haig-Brown, penulis dan konservasionis Kanada.(Kutipan sejarah Jawa Barat)

Latest Posts

Baca Juga