BIN – Martabak legit, ada juga yang menyebut Martabak manis tentu tidak muncul tiba-tiba, sebagian orang percaya bahwa jenis martabak ini mula-mula lahir di Pulau Bangka, sebelum kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Lahirnya Martabak jenis ini rupanya didahului oleh drama kesengsaraan yang panjang dimana dari drama kesengsaraan para penciptanya itu kemudian lahirlah “Martabak”.
Elvian Akhmad sebagai budayawan provinsi Bangka Belitung mengungkapkan martabak pertama kali dibuat oleh suku imigran Tionghoa yang didatangkan oleh Penjajah Belanda ke Indonesia untuk mengatasi eksplotasi timah di pulau Bangka dan dijadikan kuli tambang timah pada masa itu.
Orang Tionghoa yang dikirim adalah laki-laki miskin didaerah Guang Dong dan tergiur untuk datang ke pulau Bangka karena di Tiongkok sendiri waktu itu sedang terjadi ketidak setabilan politik dan Ekonomi.
Ada beberapa suku yang dikirim langsung dari Cina salah satunya adalah suku Hok lo dan suku Hakka, dan menurut bapak Mie Khiong seorang penjual martabak Bangka pada saat itu mayoritas adalah suku Hakka (khek).
Sekian lama imigran Tiongkok dijadikan kuli tambang dengan bayaran yang minim membuat mereka banyak terlilit hutang dan orang Tiongkok terbiasa dengan judi, prostitusi dan candu.
Dengan keadaan yang serba kekurangan karena kesalahan sendiri membuat imigran Tiongkok pada saat itu tidak bisa kembali lagi ke tanah mereka dan untuk menanggulangi kelaparan pada saat itu imigran dari suku Hokian atau khek memanfaatkan gandum yang banyak tersedia pada saat itu untuk dijadikan bahan pembuat kue dengan tekstur kenyal, legit dan tebal dengan rasa manis lalu dipanggang diatas loyang atau wadah untuk memanggang martabak sebagai makanan pokok pengganti untuk kalangan kuli tambang pada masa itu.
Pada mulanya martabak dinamakan “Kue Hok Lo” diambil dari nama salah satu suku yang waktu itu ikut menjadi Kuli Timah di Bangka, meskipun kue itu diciptakan pertama kali oleh suku Hakka dan tidak sama sekali ada campr tangan suku Hok Lo.
Penggunaan nama Kue Hok Lo untuk menamai kue Martabak ini, menurut Elvian Evendi, sebagai strategi marketing dari orang-orang suku Hakka untuk mempopulerkan ciptaannya, sebab waktu itu tingakat kewibawaan atau strata sosial suku Hok lo lebih bonafid dibandingkana suku lainnya yang bermigrasi di Bangka pada saat itu.
Sehingga untuk menaikan status sosial pada kue, suku Hokian atau khek memanfaatkan kondisi semacam itu untuk menaikan strata sebuah jajanan dengan harapan kue itu menjadi kue kelas atas.
Pada perkembanganya, Kue Hok Lo ini kemudian cepat merambat popular, digemari oleh banyak orang, ketika Kue ini tembus ke Pulau Jawa dan dipasarkan di Bandung , Kue ini belakangan dikenal dengan nama Martabak Bandung. Entah alasan apa kue ini kemudian disebut “Martabak”.
Selanjutnya, selain dikenal dengan sebutan Martabak ketika eksistensinya mulai menyebar di Bandung, kue ini juga belakangan dikenal dengan nama “ Kue Terang Bulan” menurut Mie Khiong karena dulu martabak selalu dibuat pada saat bulan sedeang terang atau pada saat bulan purnama selain itu juga ia menambahkan bahwa disebut terang Bulan karena kue ini dibuat bulat menyerupai bulan sedangkan rasa manisnya dianggap sebagai penerangan, dari itulah kue itu disebut terang Bulan.
Belakangan, nama Martabak yang mula-mula tercipta di Bandung itu lebih popular dari nama, Kue Hok Lo maupun Kue Terang Bulan. Begitulah memang keadannya sekarang.
(Artikel)